Apa yang mendasari seseorang untuk mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan ? tentunya ini adalah permasalahan pribadi dan hanya pasangan suami istri yang mengetahui, namun jauh sebelum seseorang memutuskan untuk mengajukan gugatan perceraian tentunya ada beberapa pertimbangan sebab ini bukan masalah yang sepele karena perceraian tidak mungkin terjadi begitu saja tanpa adanya permasalahan antara suami istri sebab jauh sebelum terniat untuk mengajukan perceraian mereka adalah pasangan yang saling mencintai menyanyangi satu sama lain bahkan didepan saksi mereka berjanji akan selalu menghargai dan menghormati masing-masing pasangan itulah yang disebut perkawinan, dasar perkawinan itu sendiri terjadi karena adanya perasaan saling mencintai dan menyanyangi dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia, akan tetapi seiring berjalanya waktu dan usia perkawinan yang terus bertambah gelombang cobaan dan kerikil-kerikil ujian mereka temui disini lah terkadang mulainya permasalahan yang menjerumus kearah percekcokan, pertengkaran, KDRT, datangnya orang ketiga dan lain sebagainya. Terkadang bagi mereka yang tidak tahan akan permasalahan rumah tangganya tanpa tanggung jawab pergi begitu saja meninggalkan pasangannya tanpa diketahui lagi keberadaannya yang pasti, di tahap inilah terkadang pasangan yang ditinggalkan mulai merasa gelisah dan bimbang harus berbuat apa. Muncul pertanyaan apakah bisa mengajukan perceraian jika pasangan tidak diketahui dan bagaimana caranya ? jawabanya adalah bisa dan mengajukan gugatannya ke kepangadilan yang mewilayahi tempat kediaman Penggugat saat ini sesuai dengan ketentuan pasal 20 ayat (2) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN. Yang berbunyi Sbb : “Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraiandiajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat”
29 November 2018
Bisakah mengajukan gugatan cerai jika salah satu pihak tidak diketahui keberadanya
Apa yang mendasari seseorang untuk mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan ? tentunya ini adalah permasalahan pribadi dan hanya pasangan suami istri yang mengetahui, namun jauh sebelum seseorang memutuskan untuk mengajukan gugatan perceraian tentunya ada beberapa pertimbangan sebab ini bukan masalah yang sepele karena perceraian tidak mungkin terjadi begitu saja tanpa adanya permasalahan antara suami istri sebab jauh sebelum terniat untuk mengajukan perceraian mereka adalah pasangan yang saling mencintai menyanyangi satu sama lain bahkan didepan saksi mereka berjanji akan selalu menghargai dan menghormati masing-masing pasangan itulah yang disebut perkawinan, dasar perkawinan itu sendiri terjadi karena adanya perasaan saling mencintai dan menyanyangi dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia, akan tetapi seiring berjalanya waktu dan usia perkawinan yang terus bertambah gelombang cobaan dan kerikil-kerikil ujian mereka temui disini lah terkadang mulainya permasalahan yang menjerumus kearah percekcokan, pertengkaran, KDRT, datangnya orang ketiga dan lain sebagainya. Terkadang bagi mereka yang tidak tahan akan permasalahan rumah tangganya tanpa tanggung jawab pergi begitu saja meninggalkan pasangannya tanpa diketahui lagi keberadaannya yang pasti, di tahap inilah terkadang pasangan yang ditinggalkan mulai merasa gelisah dan bimbang harus berbuat apa. Muncul pertanyaan apakah bisa mengajukan perceraian jika pasangan tidak diketahui dan bagaimana caranya ? jawabanya adalah bisa dan mengajukan gugatannya ke kepangadilan yang mewilayahi tempat kediaman Penggugat saat ini sesuai dengan ketentuan pasal 20 ayat (2) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN. Yang berbunyi Sbb : “Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraiandiajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat”
14 November 2018
PERMASALAHAN APA SAJA YANG DIPERBOLEHKAN UNTUK MENGGUGAT CERAI ?
Perceraian adalah perbuatan yang
tidak pernah kita duga dan mungkin kebanyakan orang tidak mengharapkan hal semacam
itu bisa terjadi/menimpa padanya, pada dasarnya niat bercerai/pisah muncul
karena akumulasi perasaan kesal seseorang yang sudah memuncak yang bermula dari
pertengkaran/percekcokan kecil. Jika kita tinjau kembali menurut hukum positif
dan agama tidak ada satupun dari semua itu yang menganjurkan untuk bercerai
tanpa didasari dengan alasan-alsan yang mendukung.
belakangan
ini perceraian di Indonesia menjadi fenomena baru yang semakin tahun grafiknya
terus meningkat dan yang melatar belakangi itu semua berbagai macam alasan dari
masalah ekonomi, adanya orang ketiga, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan
lain sebagainya. Seperti yang telah di atur dalam pasal 19 PP no 9 tahun 1975 tentang
pelaksanaan UU nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi sbb:
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau
alasan-alasan :
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi
pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain
selama 2 (dua) tahun berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang
sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5
(lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau
penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau
penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
suami/isteri;
f.
Antara
suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pasal 19 PP No. 9 tahun 1975
tersebut diatas adalah alasan-alasan yang sah dan diperbolehkan untuk
mengajukan gugatan perceraian, akan tetapi tidak cukup dengan alasan-alasan
saja harus dibuktikan dasar alasan-alasan tersebut.
08 November 2018
PERKAWINAN YANG SESUAI DENGAN KETENTUAN AGAMA ISLAM DAN HUKUM DI INDONESIA
Pernikahan adalah anjuran Allah SWT bagi manusia untuk
mempertahankan keberadaannya dan mengendalikan perkembangbiakan dengan cara
yang sesuai dan menurut kaidah norma agama, Pernikahan juga dapat
diartikan sebagai salah satu ibadah yang paling utama dalam pergaulan
masyarakat agama islam dalam hidup bermasyarakat. Pernikahan bukan saja
merupakan satu jalan untuk membangung rumah tangga dan
melanjutkan keturunan. Pernikahan juga dipandang sebagai jalan untuk
meningkatkan ukhuwah islamiyah dan memperluas serta memperkuat tali silaturahmi
diantara manusia.
Adapun dasar hukum
pernikahan berdasarkan Al Qur’an dan Hadits adalah sebagai berikut :
Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan
dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S. An-Nisaa’ : 1).
”Dan kawinkanlah
orang-orang yang sendirian diantara kamu,dan orang-orang yang layak (berkawin)
dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah
Maha Luas (pemberian- Nya) lagi Maha mengetahui” .(Q.S.
An-Nuur : 32)
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan- Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
(Q.S. Ar-Ruum : 21).
”Wahai para pemuda, siapa
saja diantara kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah, hendaklah dia
menikah; karena menikah lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan.
Adapun bagi siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa; karena
berpuasa itu merupakan peredam (syahwat)nya”.
Sedangkan makna perkawinan dalam
hukum Indonesia adalah ikatan sosial atau
ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang
merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang
biasanya intim dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan
upacara pernikahan. Umumnya
perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga.
Di Indonesia sendiri perkawinan bagi mereka yang beragama
islam telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal Pasal 2 yang berbunyi sbb “Perkawinan menurut hukum Islam adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”. Adapun untuk tujuan
Perkawinan ada pada Pasal 3 yang
berbunyi sbb : “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”.
Akan
tetapi perkawinan seperti apa yang di maksud seperti poin-poin diatas belum
cukup, artinya perkawinan harus dilaporkan ke petugas pencatat perkawinan dalam
hal ini yang berhak atas itu adalah Kantor Urusan Agama (KUA) hal ini sesuai
dengan apa yang ada pada Pasal 5 (KHI)
yang berbunyi sbb:
(1) Agar terjamin
ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.
(2) Pencatatan perkawinan
tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang
diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954.
Akhir-akhir
ini dikalangan orang awam khususnya bagi mereka yang beragama islam (Muslim),
banyak sekali ditemui orang yang katanya sudah menikah namun mereka tidak bisa
membuktikan pernikahannya seperti buku nikah dan lain sebagainya, mereka
berdalih perkawinan mereka sah secara agama karena menikah dihadapan kiyai,
ustads dll, jika melihat ketentuan-ketentuan diatas tanpa mereka sadari secara administrasi mereka belum tercatat sebagai
pasangan suami istri hal semacam ini akan menjadi kendala dikemudian hari jika
sudah dikaruniai keturunan karena apa? tetap saja anak yang dilahirkan tersebut
bisa mendapatkan akta kelahiran akan tetapi tidak bisa mencantumkan nama ayah
dalam aktanya.
Oleh
karena itu sangat penting perkawinan yang sah secara agama maupun secara
administrasi negara, maksudnya adalah pernikahan yang terdaftar dan tercatat di Kantor Urusan Agama
(KUA) setempat hal ini untuk memastikan dan melegalkan hubungan perkawinan
mereka baik secara hukum agama maupun hukum positive (Indonesia).
Namun
timbul pertanyaan jika perkawinan sudah terlanjur dilaksanakan secara agama dan
belum sempat melaporkan ke KUA apa yang harus mereka lakukan ? apakah harus
mengulang perkawinan dari awal ?. tidak perlu khawatir dalam Kompilasi Hukum
Islam dijelaskan jika terjadi hal semacam itu “ISBAT NIKAH” lah solusinya
seperti yang termuat dalam pasal 7 KHI yang berbunyi sbb:
(1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah
yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.
(2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan
Akat Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
(3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama
terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan :
(a)
Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
(b)
Hilangnya Akta Nikah;
(c)
Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan;
(d)
Adanyan perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No.1 Tahun
1974 dan;
(e)
Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan
menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974;
(4) Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah
suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan
dengan perkawinan itu.
11 April 2018
Undang-Undang atau Peraturan Yang Penting Dalam Proses Cerai
Undang-undang atau peraturan yg digunakan dalam proses perceraian di pengadilan:
1. UU No. 1 Tahun 1974, Undang-undang Perkawinan
- Mengatur tentang perceraian secara garis besar (kurang detail krn tidak membedakan cara
perceraian agama Islam dan yg non-Islam)
- bagi yg non-Islam maka peraturan tata cerai-nya berpedoman pada UU No.1 Th 74 ini
2. Kompilasi Hukum Islam
- bagi pasangan nikah yg beragama Islam, maka dlm proses cerai peraturan yg digunakan
adalah Kompilasi Hukum Islam)
3. PP No. 9 Tahun 1975, Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Th. 74
- mengatur detail tentang pengadilan mana yg berwenang memproses perkara cerai
- mengatur detail tentang tatacara perceraian secara praktik
4. UU No. 23 Tahun 1974, Penghapusan Kekerasan Dalam RumahTangga (KDRT)
- bagi seseorang yg mengalami kekerasan/penganiyaan dalam rumah tangganya maka
kuasailah UU ini
Ingin mengajukan gugatan perceraian ataupun permasalahan hukum keluarga dan anak lainnya? Kami siap membantu Anda. Jasa Pengacara :
free konsultasi klik www.pengacaraperceraian.com
Ingin mengajukan gugatan perceraian ataupun permasalahan hukum keluarga dan anak lainnya? Kami siap membantu Anda. Jasa Pengacara :
- Wulandari SH, No. Telp/WhatsApp : 0877-7468-7402
- Latief SH (Pengacara), No. Telp/WhatsApp : 0878-7872-2282
free konsultasi klik www.pengacaraperceraian.com
20 Maret 2018
Tiga hal yang sering terlupakan ketika Menggugat Cerai Suami
Sekitar kurang lebih dari 6000 kasus perceraian di wilayah Jakarta setiap tahunnya didominasi dengan jumlah gugatan cerai dari istri. Tercatat jumlah istri yang menggugat sekitar 4000an perkara, sedangkan sisanya adalah gugatan cerai dari sang suami.
Penyebab diajukannya gugatan pun beragam. Ada yang karena permasalahan ekonomi seperti terlilit hutang dan tidak terpenuhinya nafkah hidup keluarga, ada juga yang disebabkan dari kehadiran pihak ketiga yang menyebabkan keluarga sudah tak harmonis seperti dahulu.
Akan tetapi, dari sekian banyaknya wanita yang mengajukan gugatan perceraian sendiri dan tidak melakukan konsultasi dengan Pengacara yang piawai dalam hukum keluarga ditemukan fakta bahwa gugatan diajukan seadanya saja. Isinya cenderung menumpahkan emosi dan amarahnya. Oleh karenanya, gugatan yang diajukan kurang memperhatikan hak lainnya seperti yang sudah diatur dalam hukum keluarga yang berlaku di Indonesia.
Adapun hal – hal yang sangat sering terlupa dan merupakan kesalahan fatal antara lain:
Ingin mengajukan gugatan perceraian ataupun permasalahan hukum keluarga dan anak lainnya? Kami siap membantu Anda. Jasa Pengacara :
Penyebab diajukannya gugatan pun beragam. Ada yang karena permasalahan ekonomi seperti terlilit hutang dan tidak terpenuhinya nafkah hidup keluarga, ada juga yang disebabkan dari kehadiran pihak ketiga yang menyebabkan keluarga sudah tak harmonis seperti dahulu.
Akan tetapi, dari sekian banyaknya wanita yang mengajukan gugatan perceraian sendiri dan tidak melakukan konsultasi dengan Pengacara yang piawai dalam hukum keluarga ditemukan fakta bahwa gugatan diajukan seadanya saja. Isinya cenderung menumpahkan emosi dan amarahnya. Oleh karenanya, gugatan yang diajukan kurang memperhatikan hak lainnya seperti yang sudah diatur dalam hukum keluarga yang berlaku di Indonesia.
Adapun hal – hal yang sangat sering terlupa dan merupakan kesalahan fatal antara lain:
- Permasalahan Tentang Anak, baik itu Tentang Pemeliharaan Anak maupun Nafkah Anak sampai Dewasa.Ini yang paling sering terjadi. Perasaan seorang istri yang masih diliputi emosi terhadap suaminya hanya berpikir untuk segera bercerai dengan suaminya. Ia tak terpikir untuk menuntut hak asuh anak dan nafkah anak. Masalah baru terungkap di kemudian hari setelah bercerai ketika ia bingung bagaimana meminta pertanggungjawaban mantan suami dalam hal nafkah anak.
- Permasalahan Tentang Nafkah Mantan Istri.Walaupun banyak mantan istri yang tidak ingin bergantung lagi pada mantan suami, namun perlu dipahami bahwa nafkah bagi mantan istri ini adalah hak yang diberikan oleh UU Perkawinan. Dalam Pasal 41 huruf c disebutkan bahwa hakim dapat menentukan jumlah nafkah bagi mantan istri.
- Permasalahan Mengenai Pembagian Harta Bersama (Gono-Gini)Jika sejak awal memiliki perjanjian perkawinan, masalah pembagian harta bersama tidak menjadi kendala. Tapi pembagiannya akan sedikit lebih sulit jika tidak ada perjanjian perkawinan.
Ingin mengajukan gugatan perceraian ataupun permasalahan hukum keluarga dan anak lainnya? Kami siap membantu Anda. Jasa Pengacara :
- Wulandari SH, No. Telp/WhatsApp : 0877-7468-7402
- Latief SH (Pengacara), No. Telp/WhatsApp : 0878-7872-2282
19 Maret 2018
Definisi Perceraian
Definisi Perceraian
Perceraian merupakan bagian dari perkawinan. Karena itu perceraian senantiasa diatur oleh hukum perkawinan. Hukum perkawinan di Indonesia tidak hanya satu macam, tetapi berlaku berbagai peraturan hukum perkawinan untuk pelbagai golongan warga negara dan untuk pelbagai daerah. Hal ini disebabkan oleh ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang telah membagi golongan penduduk Indonesia menjadi tiga golongan, yaitu : golongan Eropa, golongan Timur Asing, dan golongan Indonesia Asli (Bumiputera).
Perceraian hanya dapat terjadi apabila dilakukan di depan pengadilan, baik itu suami karena suami yang telah menjatuhkan cerai (thalaq), ataupun karena istri yang menggugat cerai atau memohonkan hak talak sebab sighat taklik talak. Meskipun dalam ajaran agama Islam, perceraian telah dianggap sah apabila diucapkan seketika itu oleh si suami, namun harus tetap dilakukan di depan pengadilan. Tujuannya untuk melindungi segala hak dan kewajiban yang timbul sebagai dari akibat hukum atsa perceraian tersebut.Budi Susilo, Prosedur Gugatan Cerai, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2007,
Di mata hukum, perceraian tentu tidak bisa terjadi begitu saja. Artinya, harus ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh hukum untuk melakukan sebuah perceraian. Itu sangat mendasar, terutama bagi pengadilan yang notabene berwenang memutuskan, apakah sebuah perceraian layak atau tidak untuk dilaksanakan. Termasuk segala keputusan yang menyangkut konsekuensi terjadinya perceraian, juga sangat ditentukan oleh alasan melakukan perceraian. Misalnya soal hak asuh anak, serta pembagian harta gono-gini.
Perceraian adalah hal yang tidak diperbolehkan baik dalam pandangan Agama maupun dalam lingkup Hukum Positif. Agama menilai bahwa perceraian adalah hal terburuk yang terjadi dalam hubungan rumah tangga. Namun demikian, Agama tetap memberikan keleluasaan kepada setiap pemeluk Agama untuk menentukan jalan islah atau terbaik bagi siapa saja yang memiliki permasalahan dalam rumah tangga, sampai pada akhirnya terjadi perceraian. Hukum Positif menilai bahwa perceraian adalah perkara yang sah apabila memenuhi unsur-unsur cerai, diantaranya karna terjadinya perselisihan yang menimbulkan percek-cokan yang sulit untuk dihentikan, atau karna tidak berdayanya seorang suami untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga.
Secara garis besar, prosedur gugatan perceraian dibagi kedalam 2 (dua) jenis, tergantung pihak mana yang mengajukan gugatannya. Pertama, gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri (disebut gugat cerai). Kemudian dalam mengajukan gugatan percearaian, yang juga harus diperhatikan adalah pengadilan mana yang berwenang untuk menerima gugatan tersebut, untuk selanjutnya memeriksa perkara perceraian yang diajukan, berdasarkan kompetensi absolutnya (peradilan umum atau peradilan agama).
- Mengajukan permohonan atau gugatan perceraian.
- Pengadilan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari setelah permohonan tersebut diajukan, harus memanggil pasangan suami-istri terkait untuk dimintai penjelasan atas alasan gugatan perceraian yang diajukan. Namun sebelumnya, pengadilan harus mengupayakan jalan perdamaian.
- Proses persidangan mulai dari pengajuan gugatan sampai dengan putusan.
- Tahap eksekusi.
- Wulandari SH, No. Telp/WhatsApp : 0877-7468-7402
- Latief SH (Pengacara), No. Telp/WhatsApp : 0878-7872-2282
15 Maret 2018
Pemanggilan Sidang Gugatan Perceraian
Pemanggilan Sidang Gugatan
Perceraian
Menurut
Pasal 26 PP No. 9 Tahun 1975, setiap kali diadakan sidang Pengadilan Negeri
yang memeriksa gugatan perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa
mereka akan dipanggil untuk mengahdiri sidang tersebut. Bagi Pengadilan Negeri,
pemanggilan dilakukan oleh juru sita. Pemanggilan disampaikan kepada pribadi
yang bersangkutan. Jika yang bersangkutan tidak dapat dijumapainya, maka
pemanggilan disampaikan melalui lurah atau
yang dipersamakan dengan itu. Pemanggilan tersebut dilakukan dan
disampaikan secara patut dan sudah diterima oleh penggugat maupun tergugat atau
kuasa mereka selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sdiang terbuka.
Pemanggilan kepada tergugat dilampiri dengan salinan surat gugatan.
Jika dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas
atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, menurut
Pasal 27 PP No. 9 Tahun 1975 pemanggilan dilakukan dengan cara menmpelkan
gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan Negeri dan mengumumkannya melalui
satu atau beberapa surat kabar atau mass
media lain yang ditetapkan oelh Pengadilan Negeri. Pengumuman melalui surat
kabar atau mass media, dilakukan
sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman
pertama dan kedua. Tenggang waktu antara panggilan terakhir dengan persidangan
ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
Dalam
hal sudah dilakukan pemanggilan dan tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir,
gugatan diterima tanpa hadirnya tergugat. Selanjutnya, menurut Penjelasan Pasal
27 PP No. 9 Tahun 1975, meskipun tergugat atau kuasanya dikabulkannya gugatan
perceraian apabila gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan atau
alasan-alasan sebagaimana yang dimaksud Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975. Dalam hal
tergugat bertempat kediaman diluar negeri, maka pemanggilan, menurut Pasal
28 PP No. 9 Tahun 1975, disampaikan
melalui perwakilan Republik Indonesia.
Jasa Pengacara :
- Wulandari SH, No. Telp/WhatsApp : 0877-7468-7402
- Latief SH (Pengacara), No. Telp/WhatsApp : 0878-7872-2282
free konsultasi klik www.pengacaraperceraian.com
05 Maret 2018
Pengajuan Gugatan Perceraian
Pengajuan Gugatan Perceraian
Gugatan
perceraian, menurut Pasal 20 PP No. 9 Tahun 1975, diajukan oleh suami atau
istri atau kuasanya kepada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya melliputi
tempat kediaman tergugat. Dalam hal tempat kediaman tergugat tida jelas atau
tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan
perceraian diajukan kepada Pengaddilan Negeri ditempat kediaman penggugat.
Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian
diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat kediaman penggugat. Ketua
Pengadilan Negeri menyampaikan gugatan tersebut kepada tergugat melalui perwakilan Republik Indonesia
setempat.
Dalam hal guagatan perceraian karena
alasan satu diantara dua pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal
lain di luar kemampuannya, maka gugatan perceraian, menurut Pasal 21 PP No. 9
Tahun 1975, diajukan ke Pengadilan Negeri di tempat kediaman tergugat. Gugatan dapat
diterima jika tergugat menyatakan atau menunjukan sikap tidak mau lagi kembali
ke rumah kediaman bersama.
Dalam hal gugatan perceraian karena alasan
antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, maka gugatan
perceraian, menurut Pasal 22 PP No. 9 Tahun 1975, diajukan ke Pengadilan Negeri
di tempat kediaman tergugat. Gugatan ini dapat diterima jika telah cukup jelas
bagi Pengadilan Negeri mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu
dan setelah mendengar pihak keluarga, serta orang-orang yang dekat dengan
suamidan istri itu.
Dalam hal gugatan perceraian karena alasan
salah seorang dari suami atau istri mendapat hukuman 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung, menurut Pasal 23 PP No. 9
Tahun 1975, memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa
putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Jasa Pengacara :
- Wulandari SH, No. Telp/WhatsApp : 0877-7468-7402
- Latief SH (Pengacara), No. Telp/WhatsApp : 0878-7872-2282
free
konsultasi klik www.pengacaraperceraian.com
31 Januari 2018
Faktor penyebab perceraian antara lain adalah sebagai berikut:
- Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
- Krisis moral dan akhlak
- Perzinaan
- Pernikahan tanpa cinta
- Adanya masalah-masalah dalam perkawinan
- Adanya keterbukaan antara suami–istri
- Berusaha untuk menghargai pasangan
- Jika dalam keluarga ada masalah, sebaiknya diselesaikan secara baik-baik
- Saling menyayangi antara pasangan
Langganan:
Postingan (Atom)