A. Perkawinan
Antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA)
perkawinan
antara WNI dan WNA dalam hukum positif Indonesia tidak dilarang baik itu
perkawinan yang dilaksanakan didalam Negeri (Indonesia) yang disebut Perkawinan Campuran ataupun
yang dilaksanakan di Luar Negeri
disebut dengan Perkawinan diluar Indonesia asalkan syarat dan ketentuan mengikuti
prosedur yang ada pada negara tersebut.
1. Perkawinan Campuran
Perkawinan Campuran ialah Perkawinan Warga Negara
Indonesia (WNI) dengan Warga Negara
Asing (WNA) yang mana perkawinannya dilangsungkan di dalam Negeri (Indonesia),
namun Perkawinan Campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum syarat-syarat yang
ditentukan oleh hukum yang berlaku di Indonesia terpenuhi, sebagaimana diatur dalam
Pasal 57 UU Perkawinan yang
menyatakan :
“ yang
dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan
antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena
perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”
2.
Perkawinan di Luar Indonesia
Perkawinan di Luar Indonesia ialah perkawinan antara seorang Warga
Negara Indonesia (WNI) dengan seorang Warga Negara Asing (WNA) yang
perkawinannya dilangsungkan di luar wilayah Indonesia dan mengikuti aturan dan
hukum negara dimana perkawinan itu dilangsungkan.
Salah satu contoh jika seorang WNI
menikah dengan WNA dan memilih tempat perkawinan di Luar Negeri maka keduanya
harus patuh dan tunduk pada aturan/hukum yang berlaku di Negera dimana mereka
melangsungkan perkawinan,
serta harus
melaporkan kekonsulat Indonesia yang ada di Negara tersebut, dan juga
melaporkan perkawinan yang dilangsungkan di Luar Negeri paling lambat satu
tahun setelah perkawinan dilangsungkan ke Kantor Catatan Sipil setempat agar
mendapatkan surat Laporan Kawin Luar Negeri dan tentunya juga agar
perkawinannya tercatat di Indonesia. Sebagaimana
diatur dalam Pasal 56 UU Perkawinan yang berikut:
1)
Perkawinan yang dilangsungkan di luar
Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara Asing adalah sah
bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu
dilangsungkan dan bagi warga negara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan
Undang-undang ini;
2)
Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami istri itu kembali di wilayah
Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di pencatatan
Perkawinan tempat tinggal mereka.
B.
Akibat-akibat hukum bagi Perkawinan Campuran
Tentunya ada akibat hukum yang
tibul dari adanya suatu perbuatan, dan dalam konteks perkawinan campuran
seperti yang dibahas diatas pastinya ada beberapa sebab akibat yang harus di
ikuti diantaranya adalah tentang masalah harta atau harta bersama.
Bagi seorang Warga Negara
Indonesia (WNI) yang menikah dengan Warga Negara Asing (WNA) yang telah
melangsungkan perkawinan dan Perkawinan tersebut telah sah baik di Indonesia
maupun sah di Negara dimana Pernikahan dilangsungkan, memang setalah adanya
perkawinan bagi keduanya tidak di perbolehkan untuk memiliki hak milik atas
Tanah, hak guna bangunan, hak guna usaha yang ada di Indonesia. Hal tersebut
telah termuat dalam Pasal 35 UU
Perkawinan yang berbunyi “ Bahwa harta benda yang diperoleh selama masa
perkawinan menjadi bersama. Mamun jika merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria,
yang menyebutkan “ Warga Negara Asing tidak boleh memiliki Hak Milik, Hak Guna
Usaha, serta Hak Guna Bangunan”. Jadi kesimpulannya adalah jika harta yang
didapatkan setelah perkawinan menjadi milik bersama yang menjadi masalah adalah
seorang Warga Negara Asing (WNA) tidak diperbolehkan memiliki Hak Milik, Hak
Guna Usaha, serta Hak Guna Bangunan di Indonesia, namun demikian jika seorang
Warga Negara Indonesia (WNI) yang masih tetap ingin memiliki hak milik meskipun
telah melangsungkan perkawinan dengan Warga Negara Asing (WNA), harus membuat
Perjanjian ataupun perjanjian pranikah yang mengatur mengenai pemisahan harta